Night Diamond - Link Select 2

Minggu, 10 Mei 2015

Menejemen Nyeri Kebidanan

 

PENGERTIAN NYERI
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Plain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Respon nyeri sangat subyektif tergantung dari ambang nyeri dari setiap klien, koping klien, pengalaman nyeri, ansietas, budaya dari klien serta dipengaruhi oleh gender dan usia. Oleh karena itu, untuk mengkaji nyeri, perawat dapat melakukan observasi respon dan perubahan perilaku klien diantaranya menurut Zborowski (1969) ada lima kelompok umum respon klien terhadap nyeri.
  1. Motor responses (twisting, wriggling, movement of body or its parts, walking, jumping, clencing teeth).
  2. Vocal responses (moaning, groaning, crying, screaming).
  3. Verbal responses (complaining, cursing, talking about plain, asking for help).
  4. Social responses (withdrawl from people, changes in communication patterns, changes in social manners or personal appearance)
  5. The absence of manifest behavior (hiding of plain or suppressing external sign of pain).
Respon seseorang terhadap nyeri bisa kombinasi antara beberapa respon diatas.
Rasa Nyeri
FISIOLOGI NYERI
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielien dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
  1. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu : a) Reseptor A delta yang merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan. b) Serabut C yang merupakan serabut komponen lambat (kecepatan 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
  2. Struktur reseptor nyeri somantik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
  3. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetap sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia, inflamasi.

TIPE NYERI
Beberapa tipe nyeri antara lain :
  1. Somatic pain
  2. Neurophatic pain
  3. Surgery Pain
  4. Chemotherapeutik drugs
  5. After rediation theraphy

TEORI PENGONTROLAN NYERI
Terdapat beberapa teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007).
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. 
Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsian sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.
Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. Tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endofrin (Potter, 2005).


MANAJEMEN NYERI
Dalam manajemen nyeri, terdapat empat teknik yang bisa digunakan, antara lain :

Stimulas kutaneus
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan melakukan stimulasi pada kulit untuk menghilangkan nyeri. Beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :
  • Kompres dingin
  • Analgetic ointments
  • Counteriritan, seperti plester hangat
  • Contralateral stimulation, yaitu massage kulit pada area yang berlawanan dengan area nyeri
Distraksi
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada hal lain sehingga kesadaran terhadap nyerinya berkurang. Teknik distraksi dapat dilakukan diantaranya dengan cara :
  • Nafas dalam lambat dan berirama
  • Massage and slow, rhythmic breating
  • Rhythmic singing and tapping
  • Active listening
  • Guided imagery (kekuatan imajinasi klien bisa dengan mendengarkan musik yang lembut)
Anticipatory Guidance
Merupakan teknik reduksi yang dilakukan oleh perawat dengan cara memberikan informasi yang dapat mencegah terjadinya misinterpretasi dari kejadian yang dapat menimbulkan nyeri dan membantu pemahaman apa yang diharapkan. Informasi yang diberikan kepada klien diantaranya :
  • Penyebab nyeri
  • Proses terjadinya nyeri
  • Lama dan kualitas nyeri
  • Berat-ringannya nyeri
  • Lokasi nyeri
  • Informasi tentang keamanan yang akan diberikan kepada klien
  • Metode yang digunakan perawat pada klien untuk mengurangi nyeri
  • Hal-hal yang diharapkan klien selama prosedur
Relaksasi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
  • Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stres.
  • Menurunkan nyeri
  • Menolong individu untuk melupakan nyeri
  • Meningkatkan periode istirahat dan tidur
  • Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
  • Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi antara lain sebagai berikut :
  • Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
  • Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan rasakan betapa nyaman hal tersebut
  • Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
  • Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan - lahan, pada saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk mengkonsentrasikan pikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.
  • Ulangi langkah diatas dan konsentrasikan pikiran pada lengan, perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain.
  • Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila nyeri menjadi hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.


SUMBER REFERENSI :
Team KDKK I. 2012. Ketrampilan Dasar Dalam Keperawatan I. Yogyakarta :UNRIYO

0 komentar:

Posting Komentar

[ Get Widget ]
[ Get Widget ]